Baru-baru ini saya menonton kembali sebuah film lama berjudul Speed yang diproduksi tahun 1994. Film yang dibintangi oleh Keanu Reeves dan Sandra Bullock ini merupakan salah satu film aksi paling popular pada masa itu. Keanu Reeves berperan sebagai Jack Traven, seorang anggota polisi yang harus menghadapi kasus pengeboman secara berturut-turut; sedangkan Sandra Bullock berperan sebagai Annie, seorang mahasiswi yang terlibat karena bus yang dinaikinya dipasangi bom.
Film ini memang pantas terkenal karena dari awal sampai akhir tidak ada momen yang membosankan. Penonton disuguhi ketegangan demi ketegangan tanpa henti. Jack Traven melaksanakan tugasnya dengan sangat baik sebagai seorang polisi muda yang tangguh dan rela mempertaruhkan nyawanya demi orang lain. Sementara Annie adalah gadis yang sangat pemberani, ia mengendalikan bus hingga semua penumpang berhasil keluar, sedangkan dirinya keluar paling akhir, walaupun nyawa menjadi taruhannya karena bus akan segera meledak.
Karakter mereka sangat berbanding terbalik dengan tokoh penjahat di film ini. Howard Payne adalah mantan anggota polisi yang bertugas sebagai penjinak bom. Ia merasa tidak dihargai karena dirinya dipensiunkan setelah dirinya kehilangan ibu jarinya akibat ledakan bom saat sedang bertugas. Ia merasa uang pensiun yang diberikan terlalu kecil, sedangkan bonus jam tangan yang diberikan kepadanya hanya jam tangan murah. Menariknya, masalah uang pensiun kecil dan jam tangan murah sudah dijadikan lelucon oleh teman Jack di awal film, walaupun begitu, ia tetap melaksanakan tugasnya untuk menyelamatkan warga dengan sungguh-sungguh.
Kita melihat sesuatu yang sangat kontras di sini, antara seorang yang bekerja dengan penuh pengabdian dan seorang yang bekerja dengan hanya mengharapkan imbalan serta menuntut pengakuan. Termasuk jenis orang manakah kita? Setiap orang pada saat ditanya, tentu ingin menjadi seperti karakter utama dan tidak mau menjadi karakter penjahat di film, tetapi tidak semua orang benar-benar menerapkannya di dalam kehidupan mereka.
Biasanya sifat asli manusia akan keluar saat menghadapi kesulitan. Di tengah pandemi Covid-19 ini, kita akhirnya bisa banyak melihat sifat tersebut. Hati saya sangat miris ketika membaca tentang seorang kondektur kereta di Inggris yang meninggal dunia setelah seseorang yang terjangkit Covid-19 dengan sengaja meludahi ia dan rekannya, untuk menjangkiti mereka. Orang tersebut sangat jahat dan ‘tidak mau mati sendiri’.
Di sisi lain, saya juga membaca berita tentang seorang guru di daerah pedalaman yang rela berjalan kaki jauh ke rumah murid-muridnya demi mengajar mereka satu per satu. Ada pula dokter yang dengan setia menjalankan tugasnya walaupun ia ikut terjangkit dan meninggal. Ada pula dokter yang segera kembali bertugas setelah dirinya sembuh dari Covid-19.
Sayang sekali, ada orang-orang yang mengusir tenaga medis dari tempat kos atau rumah susun karena menganggap mereka membawa virus Covid-19. Padahal virus tidak bisa menembus dinding kan? Ada pula yang menolak pemakaman di daerah mereka. Memangnya virus bisa merayap keluar dari dalam tanah?
Mungkin kita tidak bisa menjadi pahlawan, tetapi janganlah kita menjadi karakter penjahat. Marilah kita berikan apresiasi setinggi-tingginya kepada para tenaga medis, dukung pekerjaan mereka, bukannya malah mempersulit mereka. Bagi kita yang masih tetap bekerja, marilah kita juga bekerja dengan sungguh-sungguh. Dengan saling mendukung satu sama lain, kita bisa melewati pandemi ini bersama-sama. Ya. Kita bisa!